
Multi Proaktif. Com – Deliserdang – Pabrik 801 yang memproduksi kayu olahan untuk lemari,
Alas duduk, meja dan kursi yang berlokasi di Jalan Karya Dharma Ujung, Kebun Sayur, Dusun I, Desa Tanjungmorawa B, Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara disinyalir melanggar undang-undang ketenagakerjaan.
Hal itu sesuai dengan isi surat
Dewan Pimpinan Pusat Forum Masyarakat Indonesia (DPP FMI) dengan nomor surat:
100/DPP-FMI/DS/MIK/VIII/2024, tertanggal 05 Agustus 2024 dengan Ketua, Fikri Ihcan Lubis dan Sekretaris, Sri Wahyuni Tarigan.
DPP FMI tersebut merupakan lembaga pengawasan terhadap pemantauan dan perkembangan realisasi program pemerintah pusat maupun swasta. Dan juga memberikan perlindungan terhadap hak-hak buruh/karyawan dalam mendapatkan hak normatif. Dan juga sebagai mitra TNI/Polri menjunjung tinggi nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan laporan team investigasi DPP FMI kepada sejumlah wartawan, pemilik perusahaan 801 Tanjungmorawa dengan pimpinan DSS, disebutkan bahwa buruh yang bekerja mendapatkan upah tidak sesuai dengan perundang-undangan, bahkan pekerja tidak mendapatkan perlindungan BPJS Kesehatan/Ketenagakerjaan.
Pemilik perusahaan DSS disinyalir memberikan gaji terhadap buruh yang bekerja upah di bawah UMSK Kabupaten Deliserdang yang telah ditetapkan sesuai Permenaker Nomor 12 Tahun 2022.
Diduga perusahaan membuat pernyataan terhadap karyawan/buruh agar menerima gaji sebesar 45 ribu perhari.
Kemudian, perusahaan disinyalir tidak memiliki Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sesuai Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dan undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Bahwa dalam hal ini, disinyalir dan diduga buruh yang bekerja tidak mendapatkan perlindungan kesehatan dan ketenagakerjaan, jaminan sosial berupa BPJS. Perusahaan diduga tidak memiliki izin UKL/UPL sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Dengan uraian diatas, perusahaan milik DSS diduga tidak memiliki dokumen-dokumen dan juga pelanggaran-pelanggaran, seperti, diduga pemilik perusahaan DSSS telah melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 90 jo Pasal 89 yang berbunyi” pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dan Pasal 185 UU Cipta Kerja, Pengusaha yang membayarkan upah pekerja dibawah upah minimum dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 400.000.000 dan UU cipta kerja 2020 Pasal 88 ayat 2 jo Pasal 23 ayat 3.
DSS disinyalir melanggar UU RI No 24 Tahun 2011 tentang Badan penyelenggaraan Jaminan sosial termaktub dalam Pasal 20, Pasal 21 Pasal 23, Pasal 28 ayat 1, 2, dan 3 dan pasal 34 ayat 1 dan 2, dapat dikenakan sanksi pidana dalam Pasal 17 berbunyi: “penjara paling lama 8 tahun dan atau denda 1 Miliar. Disinyalir dan diduga perusahaan tidak memiliki dokumen sperti izin Andal, UKL/UPL, sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009/UU CIPTA KERJA Pasal 23 (1) Pasal 24 ayat 5 dan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal, 59,98 dan 99, nomor 05 Tahun 1984 tentang perindustrian pasal 21
Peraturan 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah/dan retribusi daerah.
Berdasarkan hal yang telah disampaikan kepada perusahaan DSS agar dapat
memberikan informasi/menjawab surat ini, sesuai dengan UU nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi publik berupa dokumen yang berlaku sesuai peraturan.
Guna perimbangan informasi, beberapa kali dihubungi lewat ponselnya, Dewi San San (DSS) selaku pemilik perusahaan 801 Tanjungmorawa B tidak mau mengangkat ponselnya walaupun ada nada dering. (Tom)