■Ketua SPS Sumut, H Farianda Putra Sinik : Jangan Pernah Membiarkan Surat Kabar Mati atau Menjadi Sejarah
Multi Proaktif.Com -Medan-.
Surat kabar tetap harus berkibar sampai kapanpun sebab surat kabar sumber informasi cetak yang harus diteruskan.
“Jangan pernah kita membiarkan surat kabar ini mati atau menjadi sejarah. Surat kabar ini media perjuangan,” tegas Ketua SPS Sumut, H Farianda Putra Sinik, pada acara Workshop Jurnalistik Depth News Era Digital yang digelar PWI kolaborasi dengan SPS Sumut di Grand Antares, Jalan Sisingamangaraja Medan, Sabtu (21/10/2023).
Workshop digelar untuk penguatan jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Utara kerja sama dengan Serikat Perusahaan Pers (SPS) Cabang Sumut
Hadir di acara itu Pj Gubernur Sumatera Utara Hassanudin, Kadis Kominfo Sumut Ilyas Sitorus, Sekretaris Ryanto Aglhy (Ketua Panitia) dan pengurus SPS Sumut lainnya Hendrik Prayitno, Erwin Siregar, Agus Safaruddin Lubis, Asih Astuti dan Agus Salim Ujung.
Workshop ini menampilkan beberapa pembicara, yakni Ketua Umum SPS Pusat Januar P Ruswita, Ketua Hubungan Antar Lembaga & Luar Negeri Dewan Pers, yang juga Peneliti Media dan Komunikasi Agus Sudibyo, dan Pengajar Jurnalistik Nurhalim Tanjung.
Farianda mengatakan media cetak terus tergerus digitalisasi. Kalau media online mengejar kecepatan. Sedangkan media cetak punya waktu longgar untuk pemuatan berita.
Oleh karena itu bagaimana supaya masyarakat tetap membaca media cetak. “Kami tetap optimis jika media cetak terus berubah mengikuti era digitalisasi dengan pemberitaan yang mendalam atau indepth news,” tegas Farianda
Menurut Farianda, media koran ini merupakan media perjuangan karena banyak yang terbit masa perjuangan kemerdekaan. Kalau media cetak, bisa tangkis sana sini.
“Orangtua saya, Ibrahim Sinik pemilik Medan Pos selalu pakai sandal jepit. Saat masa perjuangan, ada yang bertanya kepadanya mana Ibrahim Sinik? “Di sana, kata ayah saya.”
Jadi surat kabar ini walaupun percetakannya diserang bisa pakai mesin lain. Itulah media koran, media perjuangan yang tidak boleh mati di era digitalisasi sekarang.
Menurut Farianda, selain berapa metode dilakukan untuk mempertahankan media cetak, juga butuh bantuan pemerintah. Dulu ada advertorial. Di era Gubsu Edy Rahmayadi pernah ada imbauan ke bupati walikota untuk membuat advertorial di media.
“Kami cuma berharap ada bantuan dan sentuhan dari pemerintah. Sukseskanya Sumatera Utara ini kalau media mendukung. Tapi tak berhasil kalau media memboikot,” kata Farianda.
Setelah Covid-19 selesai, katanya, koran tetap terkena imbas Covid-19 sampai sekarang. “Kami ibarat mobil, kalau mogok perlu didorong sedikit saja supaya jalan. Bagaimana mendorong surat kabar tadi, jadi pemerintah perlu mendorongnya,” jelas Farianda.
Kita ingin koran tetap terbit. Dimana sekarang kertas dan alat alat cetak terus naik. Jujur saja kami ‘main silat”. Iklan saja tarifnya sangat variatif, tidak terkontrol lagi. “Jadi pemerintah perlu mendorong media,” jelas Farianda lagi.
Pj Gubernur Sumatera Utara Hassanudin mengatakan bukan hanya media berkepentingan kepada pemerintah, tapi masyarakat juga berkepentingan kepada media. Dimana untuk mengabarkan dunia, hanya melalui media.
Dengan berkembangnya era digitalisasi sekarang, berita ada setiap per detik. Pasti punya segmen tersendiri dengan masa sekarang. “Berita negatif dan positif pasti ada. Jadi bagaiman media meramunya dengan baik,” katanya.
Harmoni dalam keberagaman. Mana bisa dua jadi satu. Ibarat suami isteri, tak bisa tetap jadi satu. “Namun itulah perbedaan yang tetap bersatu dalam kehidupan,” kata Hassanudin.
Pengajar Jurnalistik dan ahli pers Nurhalim Tanjung dalam materinya “Indepth news di era jurnalisme digital” mengataka era teknologi digital membuat cara orang mengonsumsi berita ikut berubah, mengikuti karakter media sosial. Menurutnya, kondisi ini menjadi tantangan menghadirkan Indepth News di era teknologi digital.
“Jurnalisme berubah dengan cepat. Tekhnologi digital membuat jurnalisme juga ikut berubah. Tantangan ini bisa dan harus kita hadapi di tengah arus informasi dan dunia digital,” kata Nurhalim.
(Fajar Trihatya)