Multi Proaktif.Com -Medan – •Sistem Resi Gudang (SRG) di Sumut bak mati suri. Saat ini transaksi komoditas melalui sistem ini belum mencapai angka yang memuaskan.
Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), gudang SRG di Sumut saat ini hanya empat yang terletak di Serdang Bedagai, Langkat, Karo, dan Simalungun.
Namun, saat ini baru SRG yang bersubsidi ini yang sudah bertransaksi hanya di Langkat yang dikelola oleh PT Dhirga Surya Sumut. Adapun komoditi yang berhasil dijual berupa 45 ton jagung dengan transaksi Rp 142,5 juta pada tahun 2015.
Selain itu, SRG Karo juga melakukan transaksi terakhir pada tahun 2017 lalu untuk enam ton jagung dengan nilai Rp 24 juta.
Sementara dua SRG pemerintah lainnya yakni Sergai dan Simalungun belum mampu menggaet pembeli untuk melakukan transaksi.
“Sumut memang saat ini sebenarnya ada bantuan pembangunan gudang, hanya saja pemanfaatan belum maksimal. Kita masih kesulitan untuk mencari pengelola gudangnya. Dari Bappebti nanti akan beri pelatihan supaya punya kapasitas pengetahuan mekanisme SRG baru daftar jadi pengelolanya,” ungkap Pemeriksa Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) Bappebti Kemendag Tomi Setiawan, Jumat (27/10/2023).
Tomi mengakui perlu banyak pembenahan untuk mengoperasikan SRG di Sumut mulai dari pengelola gudang hingga turun tangan Pemda setempat.
“Masih banyak yang harus dilakukan dibanding provinsi lain, ya empat gudang yang sudah dibangun pun dua sudah ada pengelola tapi belum ada transaksinya. Kita berharap dukungan Pemda karena ini aset milik daerah, kemudian pengelola gudang, kalau dia bisa bangun kemitraan dan tahu bisnis SRG seperti apa yang bukan hanya jagain barang pasti akan berkembang,” tuturnya.
Seperti diketahui, SRG berguna untuk memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan barang yang disimpan di dalam gudang. Contohnya saja SRG Langkat berhasil mendapat pembiayaan dari BRI sebesar Rp 99,7 juta.
“SRG memperluas akses pembiayaan bagi petani. Kalau bicara petani, aset apa sih yang bisa jadi agunan, mungkin ada tapi terbatas seperti tanah maupun rumah. Dengan adanya resi gudang, barang atau hasil panen mereka bisa jadi agunan. Dengan jadi agunan, mereka punya pilihan, ketika harga rendah tak perlu jual dulu, nah dapat uangnya dari mana? Ya dari pembiayaan resi gudang itu. Nanti ketika harga naik, bisa dijual. Dengan seperti itu, mereka punya posisi tawar, tapi ini bisa berhasil apabila berlangsung masif,” jelasnya.
Seperti diketahui, ada beberapa komoditi yang dapat disimpan melalui SRG seperti gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gula kristal putih, timah, bawang merah, kopra, teh, kedelai, hingga tembakau.
“Nilai paling sekarang gula karena nilainya tinggi ya, tapi secara volume gabah, ikan, bawang merah cukup bagus, kalau di Sumut itu jagung punya potensi cukup tinggi ya,” lanjutnya.
Lokasi paling strategis itu ada dua, pertama, dia dimanfaatkan di dekat sentra produksi kemudian kedua di sentra distribusi.
“Kalau kita bicara pemasaran, pasti kan ada jeda waktu maka lebih cocok di sentra distribusi seperti di dekat kota. Kalau di Jakarta itu seperti di Cipinang. Nah, kalau di sentra produksi biasanya yang langsung kepada para petani itu, pembiayaannya dapat mereka peroleh,” kata Tomi.
Tomi membeberkan bahwa pengelola gudang harus Badan Usaha berbadan hukum, diantaranya PT, Perum, ataupun koperasi.
“Kalau pemerintah daerah tidak bisa, nah kalau kita itu tugasnya mencari pengelola gudang yang nantinya kita latih agar mereka tahu bisnisnya seperti apa,” ucapnya.
(Dtc)